Pendidikan dan Tujuannya Menurut Perspektif Imam Al Ghazali
Pendidikan
dan Tujuannya Menurut Perspektif Imam Al Ghazali
Imam
Al Ghazali merupakan ilmuwan yang tidak hanya kompeten dalam satu bidang
disiplin ilmu. Terbukti dalam kitabnya yang berjudul “Ihya Ulumuddin” ia
membahas hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan yang dimaksud
oleh Imam Al Ghazali ialah pendidikan yang bernafaskan Islam, atau bisa kita
katakan pendidikan Islam. Istilah pendidikan yang dipakai oleh Al Ghazali lebih
kepada kata ta’lim ketimbang istilah tarbiyah. Dapat kami ambil
sebuah bukti dalam kitabnya ihya ulumudin bahwa bab pertama yang dibahas
oleh Imam Al Ghazali ialah fadhlul ‘ilmi wa ta’lim wa ta’allum wa
syawahiduhu mina al naql wa al ‘aql.[1] Dalam bab pertama, ia menjelaskan akan
keutamaan ilmu dan ulama. Kata ta’lim di
atas mengandung artian mendidik/mengajar, dengan artian bahwa seseorang yang
mengajarkan ilmunya kepada orang lain, seolah-olah ia sedang mendidiknya agar
berkembang secara maksimal kepada tujuan yang ditargetkan.[2] Menurut
Al Ghazali, bahwa ilmu merupakan wasilah yang dapat mengantarkan seseorang
untuk taqarrub kepada Allah, karena itu
merupakan salah satu tujuan abadi bagi manusia.
Keutamaan
pendidikan telah dijelaskan langsung
oleh Imam Al Ghazali dalam bukunya pada bab pertama. Ia menjelaskan pentingnya
pendidikan dengan mengambil beberapa ayat suci Al Quran dan hadits Nabi
Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut ayat suci Al Quran yang ia kutip
pada bukunya; surah Az Zumar ayat 9:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي
الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya: “...katakanlah wahai
Muhammad, bahwa orang-orang yang mengetahui tidak sama dengan orang-orang yang
tidak mengetahui....”
يَرْفَعِ
اللهِ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوْالْعِلْمِ دَرَجَاتِ
Surah
Al Mujadalah ayat 11
Artinya: “....Allah akan
mengangkat kedudukan orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang
yang berilmu....”
Pada ayat di atas, Imam
Al Ghazali menyebutkan bahwa Allah tidak menyamakan kedudukan antara orang yang
berilmu dengan yang tidak berilmu. Begitu pula ayat kedua pada Surah Al
Mujadalah di atas, bahwa Allah SWT mengangkat kedudukan orang-orang yang
beriman dan berilmu dengan derajat yang tinggi. Pada ayat tersebut, Ibnu Abbas
menjelaskan orang-orang berilmu lebih tinggi derajatnya dari orang mu’min
biasa. Ibnu Abbas mengibaratkan antara satu tingkat dengan tingkat lainnya
berjarak 500 tahun lamanya.[3] Dalam
ayat Al Quran yang lain, dapat kita temukan pula firman Allah SWT pada Surah
Fathir ayat 28:
اِنَّمَايَخْشَي
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya: “...Sesungguhnya
manusia yang paling taat dan takut kepada Allah SWT ialah para ulama dan
orang-orang yang berilmu....”[4]
Sungguh jelas bagi kita
semua, bahwa ayat-ayat di atas menunjukan akan pentingnya ilmu. Proses
pendidikan yang dimaksud menurut Al Ghazali lebih mengedepankan kepada aspek
ilmu. Perlu untuk kita catat, kata ta’lim yang dipakai oleh Al Ghazali
dengan artian menyampaikan ilmu kepada seseorang seolah-olah mendidiknya untuk
mencapai kepada tujuan yang diinginkan. Menurut penulis istilah ta’lim lebih
tepatnya sebuah proses mentransfer ilmu dari seorang guru kepada muridnya.
Dapat kami buktikan dalam bukunya Abuddin Nata bahwa kata ta’lim lebih
banyak dimaksudkan dengan makna pengajaran.[5] Walaupun
tidak salah kata ta’lim diartikan juga sebagai pendidikan.
Secara
umum, pemikiran Al Ghazali mengenai pendidikan lebih banyak mengandung unsur religius.
Kecenderungannya ini lebih banyak terpengaruh dengan pemikiran sufistik.[6] Telah
kami jelaskan sebelumnya, kehidupan sufistik yang dijalankan oleh Al Ghazali
cukup lama. Hal ini disebabkan ia banyak menyelami permasalahan-permasalahan
teologi, termasuk perdebatannya mengenai filsafat dan ilmu kalam. Sehingga pada
akhirnya, ia memilih untuk menenangkan hatinya dengan pandangan sufistik hingga
ia wafat.
Secara
mendasar, Al Ghazali dalam pemikiran pendidikan lebih menekankan akan
pentingnya aspek ilmu.[7]
Menurutnya, ilmu akan mengantarkan manusia untuk selalu dekat kepada Allah SWT,
hingga akhirnya ia mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Untuk mendapatkan
keutamaan tersebut tiada lain dengan ilmu. Menurutnya ilmu tidak mungkin akan
diraih tanpa menghormati seorang guru.[8] Nampaknya Al Ghazali lebih menekankan sebuah
pendidikan kepada penyampaian ilmu terlebih dahulu, sehingga seseorang akan
menjadi muslim yang berkarakter setelah ia mengetahui sesuatu dengan ilmunya.
Meskipun menurut penulis, banyak pula orang berilmu tanpa memiliki karakter
yang terpuji.
Konsep
pendidikan yang dicanangkan oleh Al Ghazali lebih banyak mencanangkan agama
sebagai landasan pandangannya. Ia lebih menitikberatkan pengaruh pendidikan
terhadap peserta didik, karena ia tergantung kepada hasil didikan orangtuanya
dan yang mendidiknya. Jika ana sudah terbiasa menerima kebiasaan yang baik,
maka ia akan selalu melakukan perbuatan baik. Begitu pula sebaliknya, jika anak
selalu melakukan kebiasaan yang buruk, maka ia akan selalu melakukan perbuatan
buruk.[9]
Dari
keterangan di atas, cukup jelas bahwa Al Ghazali sangat menekankan keilmuwan
dalam sebuah pendidikan. Hingga akhirnya ia menamakan pendidikan dengan istilah
ta’lim. Dapat dilihat pada bukunya, ia menyatakan syarat untuk melakukan
perbuatan, hendaknya seseorang memiliki ilmu terlebih dahulu. Ilmu adalah
syarat beramal menurut Al Ghazali.[10]
Adapun pendidikan menurut Al Ghazali sangat menitikberatkan kepada aspek
keilmuwan. Maka tak salah jika kami berkesimpulan, bahwa tujuan pendidikan[11]
menurut Al Ghazali ialah sebagai berikut;[12]
Ø Membentuk manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT.[13]
Ø Memiliki ilmu pengetahuan dan
mengamalkannya bagi kepentingan manusia banyak.
Ø Membentuk keluruhan budi pekerti yang
baik.
Ø Memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akherat.[14]
Ø Menanamkan kasih sayang sesama umat, dan
menjaga kelestarian alam semesta.
Di
atas merupakan tujuan pendidikan menurut
pandangan Al Ghazali. Tentunya tujuan pendidikan Al Ghazali sudah banyak
diuraikan oleh beberapa ilmuwan pendidikan saat ini. Secara umum, tujuan
pendidikan antara ilmuwan pendidikan Islam mempunyai banyak persamaan,
khususnya dalam substansinya. Penulis
berkeyakinan, jika lembaga pendidikan Islami mau dan mampu menjalankan tujuan
pendidikan menurut ulama Islam klasik baik yang telah disampaikan oleh Al
Ghazali, besar kemungkinan akan berakibat terhadap suksesnya proses pendidikan
disertai dengan munculnya generasi bangsa yang berkarakter, beradab, dan
berprestasi khususnya bermanfaat bagi banyak orang. Muhammad Abduh seorang
pemikir dari Mesir pernah mengemukakan pendapatnya, reformasi terhadap
pendidikan merupakan reformasi yang sangat penting, karena kemajuan sebuah umat
melainkan dengan pembenahan secara total dari aspek pendidikan.[15]
[1] Abu Hamid Al
Ghazali, Ihya Ulumuddin, ta’liq dan syarh oleh Thoha Abdul Rauf Sa’ad,
(cet.1. Kairo, Maktabah Shafa, 2003),h.21.
[2] Zaky Mubarakh
Samrakh, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan dan Manfaatnya bagi
Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum di Indonesia, (Tesis Di
Uin Jakarta, 1994). Dapat dikatakan pula, pendidikan merupakan sebuah usaha
yang dilakukan tenaga pendidik terhadap peserta didik untuk mencapai kepada
hasil yang optimal yang positif. Usaha tersebut sangat banyak macamnya, antara
lain dengan mengajarkan peserta didik dengan mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilannya. Maka dalam hal ini menurut kami, Al Ghazali lebih condong
kepada istilah ta’lim terhadap istilah pendidikan. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Islam, (cet.2, Bandung, Rosdakarya, 2013),h.38.
[3] Abu Hamid Al
Ghazali, Ihya Ulumuddin, ta’liq dan syarh oleh Thoha Abdul Rauf Sa’ad,
(cet.1. Kairo, Maktabah Shafa, 2003),h.21. menurut Ibnu Abbas bahwa seorang
mu’min yang berilmu lebih utama daripada seorang mu’min yang tidak berilmu.
Lihat Ibnu Abbas, Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, (Darul Anwar
Muhammadiyah, Kairo),h.462.
[4] Pada ayat ini
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ulama merupakan hamba Allah SWT yang paling takut
kepadaNYA. Lihat Ibnu Abbas, Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, (Darul
Anwar Muhammadiyah, Kairo),h.366. lihat
Abu Al Faraj Abdurrahman Al Jauzi, Al Tabshirah, telah ditahqiq
dan tahrij hadits-haditsya oleh Farid Abdul Aziz Al Jundi, (cet.1,
Kairo, Darul Hadits, 2004),h.563.
[5] Lihat Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam
dan Barat, (cet.2, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013),h.20.
[6] Asrorun Niam, Reorientasi
Pendidikan Islam; Mengurai Relevansi Konsep al Ghazali Dalam Konteks Kekinian, (cet.4, Jakarta, Elsas, 2006).h.56.
[7] Maka tak salah
bab pertama pada bukunya berjudul fadhlul
‘ilmi wa ta’lim wa ta’allum wa syawahiduhu mina al naql wa al ‘aql.
Lihat Abu Hamid Al Ghazali, Ihya
Ulumuddin, ta’liq dan syarh oleh Thoha Abdul Rauf Sa’ad, (cet.1. Kairo,
Maktabah Shafa, 2003),h.21.
[8] Asrorun Niam, Reorientasi
Pendidikan Islam; Mengurai Relevansi Konsep al Ghazali Dalam Konteks Kekinian, (cet.4, Jakarta, Elsas, 2006).h.57. lihat pula
Amie Primarni dan Khairunnas, Pendidikan Holistik; Format Baru Pendidikan
Islam Membentuk Karakter Paripurna, (cet.1, Jakarta, Al Mawardi Prima,
2013),h.113.
[10] Abu Hamid Al
Ghazali, Ihya Ulumuddin, ta’liq dan syarh oleh Thoha Abdul Rauf Sa’ad,
(cet.1. Kairo, Maktabah Shafa, 2003),h.28.
[11] Yang dimaksud
dengan tujuan pendidikan ialah sesuatu yang hendak dicapai dari pendidikan
tersebut. Bisa dikatakan bahwa tujuan pendidikan berhubungan erat dengan
pandangan hidup seseorang yang mendesain pendidikan itu, maka tak salah jika
tujuan pendidikan satu dengan lainnya sangat berbeda. Lihat Ahmad Tafsir, Filsafat
Pendidikan Islami, (cet.3, Bandung, Rosdakarya, 2008),h.75. lihat pula
Abdurrahman An Nahlawi, Ushul Tarbiyah Islamiyah wa Asalibuha Fil Bait wa Al
Madrasah wa Al Mujtama’, (cet.2, Damaskus, Darul Fikr, 2007),h.88.
[12] Zaky Mubarakh
Samrakh, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan dan Manfaatnya bagi
Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum di Indonesia, (Tesis Di
Uin Jakarta, 1994).
[13] Iman takwa
merupakan unsur penting dalam tujuan pendidikan. Sangat jarang ditemukan pada
sebuah lembaga pendidikan di Indonesia yang menekankan kepada anak didik untuk
selalu beriman dan bertakwa, kecuali hanya sekedarnya. Adian Husaini pernah
menyampaikan pada acara seminar nasional di UIKA , ia mengatakan tujuan
pendidikan ada 4 macam, di antaranya; beriman, bertakwa, berakhlakul karimah,
serta bermanfaat bagi orang banyak. Menurutnya, jika sebuah lembaga pendidikan
tidak menekankan kepada 4 hal tersebut, niscaya telah melenceng dari tujuan
pendidikan Islami. Dapat dilihat pada bukunya Pendidikan Islam Membentuk
Manusia Berkarakter dan Beradab, (cet.1, Jakarta, Cakrawala Publishing,
2012)h.7.
[14] Amie Primarni
dan Khairunnas, Pendidikan Holistik; Format Baru Pendidikan Islam Membentuk
Karakter Paripurna, (cet.1, Jakarta, Al Mawardi Prima, 2013),h.113
[15] Muhammad Munir
Mursi, Falsafah At Tarbiyah Itijahatuha wa Madarisuha, (Kairo, Maktabah
‘Alamul kutub, 2007),h.36.
No comments