• TANTANGAN SEKULARISME PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM




    A.    TANTANGAN SEKULARISME PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
           1.  DEFINISI SEKULARISME 
          Terminologi sekularisme diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan ilmaniyah dan tersebar luas di mesir dan Afrika Utara. Terminologi sekularisme berasal dari bahasa Inggris: sekulerisme yang berarti sifat keduniaan (worldly), non agama (irreligious) non spiritual (un-spiritual; earthly; mundane) dari kata dasar, dunia (world), di luar agama (non religion), non spiritual (mundane) lawan katanya adalah suci holy yaitu bersifat keagamaan (religious), wakil dari langit (vicegerent of god) di luar alam dan hukum-hukum (unearthly, transcendental). Jadi sekularisme menepatkan hal-hal ilmiah, tata aturan dan masalah masalah sosial pada posisi agama.[1]
          Menurut Mohammad Natsir sekularisme adalah : suatu cara hidup yang faham, tujuan, dan sikapnya hanya di dalam batas hidup keduniaan. Segala sesuatu dalam kaum sekularisme tidak ditujukan kepada apa yang melebihi batas keduniaan. Ia tidak mengenal akhirat, Tuhan, dan sebagainya.[2]
          Harvey cox pada tahun 1960 telah menjelaskan secara rinci bahwa istilah inggris sekuler berasal dari bahasa latin saeculum yang berarti zaman sekarang (this present age) ada sat kata lain dalam bahasa latin yang juga menunjukkan makna dunia yaitu mundus yang kemudian diInggriskan menjadi mundane. Kata saeculum lebih menunjukkan masa dibandingkan mundus yang menunjukkan makna ruang, kata saeculum sepadan dengan kata aeon dalam bahasa yunani kuno dan kata mundus sepadang dengan kata cosmos juga dalam bahasa yunani kuno[3]
          Sekuler, artinya duniawi, sedangkan sekularisme atau skularism, adalah paham keduniawian yang manjauhkan diri dari agama. Seperti yang disebutkan dalam sebuah kamus yang berbunyi :
    “the view that the influence of religious organizations should be reduced as much as possible, and that morality and education should be separate from religion” (Sekularisme adalah suatu paham bahwa pengaruh organisasi-organisasi keagamaan harus dimusnahkan sedapat mungkin, dan moral serta pendidikan harus dipisahkan dari agama). (A.S. HORNBY, LEARNER’S DICTIONARY, OXFORD UNIVERSITY PRESS, London.)
    Dari kata sekuler muncul istilah “sekularisasi”, antara lain mengandung  arti “proses melepaskan diri dari ikatan keagamaan”. Sekularisasi dapat j[4]uga diartikan sebagai pemisahan antara urusan kenegaraan dan urusan keagamaan, atau pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrawi (akhirat).[5]
    Selanjutnya dari kata “sekuler” juga muncul istilah “sekularisme”, yang diperkenalkan pertama kali oleh filsuf George Jacob Holyoake pada tahun 1846. Menurutnya, sekularisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah, terlepas dari agama wahyu atau supernaturalisme. Definisi lain dari sekularisme dikemukakan oleh oleh A. Hornby (Seorang Ahli Bahasa Berkebangsaan Amerika), Menurutnya sekularisme adalah suatu pandangan bahwa pengaruh lembaga keagamaan harus dikurangi sejauh mungkin dan bahwa moral dan pendidikan harus dipisahkan dari agama.
          Jadi sekularisme merupakan suatu aliran atau sistem doktrin dan praktek yang menolak segala bentuk yang diimani dan diagungkan oleh agama; atau keyakinan/ pandangan bahwa masalah keagamaan (ukhrawi/surgawi) harus terpisah sama sekali dari masalah kenegaraan (urusan duniawi).[6]
    2. SEJARAH MUNCULNYA SEKULARISME
    Di dalam The Encyclopedia Americana jilid 24 hal 510 menyebutkan bahwa sekularisme secara resmi baru pertama kali disarankan sebagai sebuah sistem filsafat pada tahun 1846 di inggris oleh George Holyoake. (Sekulerism was first proposal as a formal philosophical sistem by George Holyoake). Tapi sebenarnya ia telah mulai lahir jauh sebelum itu, yaitu sejak lahirnya “renaissance” pada abad ke-13 Masehi, dan mencapai puncaknya pada zaman “reformasi” pada abad ke-15 sebagai tantangan dan perlawanan secara total dan frontal terhadap kekuasaan Gereja yang berkuasa secara sewenang-wenang pada abad pertengan yang gelap-gulita itu.[7]
    Dalam kurun zaman seribu tahun antara abad ke-4 dengan abad ke-14 Masehi adalah merupakan abad kegelapan bagi dunia eropa (the dark ages). Pada masa itulah agama Nasrani mengambil alih kekuasaan duniawi yang selama ini dipegang oleh kaisar-kaisar Romawi yang zalim. Pada masa itu pulalah Gereja-Gereja memegang kekuasaan mutlak spiritual dengan segala bentuk kebengisannya menindas siapa saja yang berani menantang fatwa bapa-bapa Gereja (Church’s Father). Ahli fikir Neo-Platonist di kota Iskandariya, diseret oleh para rahib pria dan wanita dari ruang kuliahnya dan diseret sepanjang jalan raya dan kemudian tubuhnya robek-robek dengan luka yang mengalirkan darah[8]
    Akar historis konsep sekularisme tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kristen di dunia Barat. Di Barat pada abad modern telah terjadi proses pemisahan antara hal-hal yang menyangkut masalah agama dan non agama (bidang sekuler) yang diawali dengan ketidakserasian antara hasil penemuan sains atau ilmu pengetahuan di satu pihak dan dogma Kristen di pihak lain.[9] Jadi jelas sasaran pertama dari strategi Sekularisme itu adalah agama Nasrani.
    Pada tahun 1507, Copernicus dalam bukunya De Revolutionibus mengemukakan bahwa sebenarnya mataharilah yang merupakan pusat tata surya, bukan bumi. Menyadari bahwa pendapatnya akan bertentangan dengan Injil dan menghindar dari hukuman yang akan diberikan oleh Gereja. Copernicus mengemukakan argumentasinya dengan sangat hati-hati sekali dan sangat apologetik. Akan tetapi inkwisisi Gereja menuduhnya sebagai bid’ah. Gereja melarangnya untuk menyebarkan ilmunya karena hal ini bertentangan dengan Gereja. [10]
    Nasib yang sama juga dialami oleh Galileo Galilei dan Bruno Giordano yang dipaksa meninggalkan pendapat-pendapat mereka dalam ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan Gereja. Nasib tragis menimpa keduanya, Gelileo di penjara selama sepuluh tahun dan mendapat layanan yang sangat buruk, bahkan Bruno mengalami nasib yang lebih tragis di mana dia dibakar hidup-hidup.[11]
    Begitu juga dengan Jhon Huss (1374-1415) terpaksa menjadi buronan pihak Gereja karena berani mengemukakan fikiran-fikiran baru dalam masalah keagamaan. Ia kemudian dijebak dengan apa yang disebut “self conduct” (jaminan keselamatan diri) untuk dapat bicara dalam sidang Dewan Gereja di kota Constance. Tetapi setelah ia bicara dalam sidang untuk menentang ajaran-ajaran dan pendapat Bishop yang hadir dalam sidang itu, maka sidang ternyata menjatuhkan hukuman bakar hidup-hidup kepada Jhon Huss.[12]
    Michael Servetus, juga mengalami nasib yang sama ketika ia mengadakan penelitian terhadap Alkitab. Ia mengambil kesimpulan untuk kembali kepada ajaran Keesaan Tuhan (Unitary Faith) dengan membenarkan langkah yang diambil oleh Bishop Arius.[13] Akhirnya atas anjuran Jhon Calvin sendiri ia ditangkap dan kemudian menemui ajalnya dengan dibakar hidup-hidup pula.[14]
    Hukuman-hukuman biadab yang tidak manusiawi itu semuanya didasarkan atas suatu lembaga yang disebut dengan “Great Inquisition” yang sengaja dibentuk oleh Paus Innocent III ( 1198 – 1219 M ) sebagai alat yang ampuh di tangan Gereja untuk menghadapi setiap pembangkang yang dianggap murtad (heresy). Dan alat ini semakin ganas beraksi setelah Islam jatuh di Spanyol di masa Ferdinand (1452 – 1516) dan isterinya Isabella, yakni tatkala Thomas de Torquemada ( 1420 – 1498 ) diangkat menjadi algojonya Grand Inquisitor.[15]
    Sejarawan Barat – seperti Voltaire, Savanorra, David Hume - yakin bahwa sejarah pemikiran Kristen modern bermula dengan gerakan pada abad ke-17 dan ke-18, yang dikenal dengan pencerahan ”Enlightenment”. Di mana para saintis mencoba untuk keluar dari dominasi pihak Gereja yang selalu tidak cocok dengan ilmu pengetahuan.
    Dominasi Gereja menunjukkan bahwa penelitian ilmiah akan terhambat dan si peneliti akan dihukum. Karena itu barat modern ingin bebas dari dominasi institusi Gereja. Oleh karena itu di Barat pada abad modern telah terjadi proses pemisahan antara hal-hal yang menyangkut masalah agama (otoritas Gereja) dan non agama yang diawali dengan ketidakserasian antara hasil penemuan sains atau ilmu pengetahuan di satu pihak dan dogma Kristen di pihak lain.
    Dalam perkembangannya kemudian, sekularisme mengalami dua periode, yaitu periode sekularisme moderat/netral dan periode sekularisme ekstrem. Periode pertama berlangsung pada abad ke-17 dan ke-18, pada periode ini agama dipandang sebagai masalah individu (tersendiri) yang tidak berkaitan dengan masalah Negara. Meskipun demikian, pada waktu itu Gereja (katolik roma) masih diurusi oleh Negara, khususnya yang berhubungan dengan upeti dan pajak. Para tokoh filsafat yang termasuk dalam periode ini antara lain; Nicolas Copernicus pengarang buku De Revolutionibus. Akan tetapi buku itu kemudian dilarang oleh pihak gereja, John Locke seorang filosuf Inggris menuntut agar wahyu tunduk kepada akal ketika terjadi kontradiksi antara santis dan gereja[16], Thomas Hobber (filsuf Inggris;1588-1679), David Hume (filsuf dan sejarawan Scotlandia; 1711-1776), dan Jean Jacques Rousseau (filsuf dan komponis Perancis;1712-1778) pada tahun 1778 M menulis buku cocial contract yang dianggap sebagai injil revolusi, Voltaire penemu “ hukum alam “ menulis buku “ Agama dan Batas Akal Saja “. William Godian pada tahun 1793 menulis buku ”keadilan politik” yang isinya terang terangan menyeru kepada sekularisme.
    Sekularisme yang moderat adalah sekularisme liberal yang dianut oleh Negara-negara Eropa/Barat dan Amerika. Negara-negara yang disebut dengan  “Alam bebas”. Negara-negara yang mengembar-gemborkan kebebasan dan hak asasi manusia secara umum, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan manusia untuk komitmen terhadap agama[17]
          Periode kedua, yaitu sekularisme ekstrim, berkembang pada pada abad ke-19 dan memuncak dalam pemikiran materialisme historis marxisme (ajaran karl marx; 1818-1883). Pada periode ini agama benar-benar menjadi urusan pribadi tanpa camur- tangan Negara. Bahkan, Negara memusuhi agama dan orang-orang yang beragama. Tokok-tokoh yang termasuk dalam periode ini antara lain Ludwig Andreas Feurbach (filsuf Jerman; 1804-1872) dan Lenin (ahli teori marxisme; 1870-1924).[18]
    3. BAHAYA SEKULARISME
    1. Bidang Akidah Islam.
    Islam telah menanamkan pada jiwa setiap orang bahkan sejak usia dini, akidah tauhid yang dapat membebaskan manusia dari penghambaan kepada selain Allah SWT, yaitu penghambaan terhadap alam, binatang, jin, manusia, hawa nafsu bahkan kepada akal manusia sekalipun. Penghambaan hanya boleh ditujuan kepada Allah SWT saja. Sebagaimana yang telah disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya  yang berbunyi :
    وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ اَدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلَى اَنْفُسِهِمْ اَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى شَهِدْنَا اَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِنَّا كُنَّاعَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ ( الاعراف : 172)
    Artinya : “ Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya (berfirman) bukankah aku ini Tuhanmu mereka menjawab betul (engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan sesungguhnya kami bani adam adalah orang orang yang lengah terhdap in keesaan tuhan (QS. Al-A’raf : 172)
                  Tauhid merupakan inti ajaran Islam. Ia tidak hanya sebatas kalimat yang diucapkan atau syahadat yang diumumkan, tapi tauhid lebih berorientasi pada pemikiran, penjiwaan, akhlak dan perbuatan yang menuntut seorang muslim untuk tidak mencari Tuhan selain Allah SWT, dan tidak menjadi selain Allah SWT sebagai pendukungya serta tidak mencari undang-undang dan hukum selain undang-undang dan hukum Allah SWT. Karena Allah SWT sangat murka pada orang yang menggunakan undang-undang dan hukum selain dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi :
    -                                       ...........وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ اللهُ فَاُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ ( المائدة : 44)
    Artinya : “ barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang orang yang kafir” ( QS. Al-Maidah : 44)
    -                                       ...........وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ اللهُ فَاُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ ( المائدة : 45)
    Artinya : “ barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang orang yang dzalim” ( QS. Al-Maidah : 45)
    -           ...........وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ اللهُ فَاُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ ( المائدة : 47)
    Artinya : “ barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang orang yang fasiq ( QS. Al-Maidah : 47)
    Jelaslah bahwa akidah Islam mewajibkan tiap-tiap kaum muslimin untuk menyesuaikan hidupnya dengan undang-undang dan hukum yang telah ditetapkan oleh akidah Islam, dan mengharuskan adanya dampak dari penerapan undang-undang tersebut, baik ia sebagai seorang pemimpin maupun sebagai orang yang dipimpin. kebenaran yang hakikah datangnya dari Allah SWT bukan dari rasio seseorang, karena benar menurut seseorang belum tentu benar menurut orang lain. Allah SWT berfirman,
     وَعَسَى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌلَكُمْ وَعَسَى اَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّلَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَاتَعْلَمُوْنَ
    (البقرة : 216)
    Artinya : “ boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) amu menyukai sesuatu padahal amat buruk bagimu; padahal Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui
    (QS. Al-Baqarah : 216)
                  Sekularisme ingin agar akidah Islam hanya ada dalam hati tidak tampil bergerak dalam pertarungan kehidupan dan tidak memberikan pengaruh kepada tujuan dan sistem kehidupan. Kalaupun harus aktif dan bergerak, ia hanya boleh bergerak dan aktif di masjid saja yang masjidnya sendiri di bawah kekuasaanya.[19] Oleh karena itu jika seorang muslim hidup dalam pemerintahan sekuler maka ia akan merasakan pertentangan akidah yang diyakininya dengan realita yang harus dijalaninya.
                  Sekalipun sekularisme menerima akidah Islam secara teori, namun ia menolak sikap yang wajib dimiliki oleh seorang muslim sebagai tuntutan akidah yang dianutnya, hal ini tampak dalam dua persoalan berikut :
    o   Sekularisme menolak akidah Islam dijadikan sebagai loyalitas dan intima (dibangsakannya seseorang). Sekularisme menolak ikatan agama. Ia mengutamakan ikaran darah, suku, tanah air dan sejenisnya.[20] Bagi kaum sekularis tidak ada ikatan persaudaraan atas nama agama. Agama hanya sebatas ritual dan tidak boleh dijadikan sebagai dasar untuk mendekatkan satu individu dengan individu lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan hukum Islam. Dalam Islam persaudaraan yang dibangun adalah atas dasar agama atau keimanan, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT :
    اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
    Artinya “ sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara
    o   Sekularisme menolak penganut akidah Islam untuk diberlakukan hukum Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai konsekwensi dari iman dan akidah Islam yang dianutnya.[21] Hal inilah yang telah diantisipasi oleh Al Quran Al Karim dalam penjelasan yang begitu detail dan gamblang, tanpa ada kesamaran di dalamnya. Allah SWT berfirman:
    وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُوْلُهُ اَمْرًا اَنْ يَكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ
     وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِيْنًا ( الاحزاب : 36)
    Artinya “Dan tidak pantut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentan urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata”.
     ( QS. Al-Ahzaab : 36)
    Kedua persoalan ini ditolak mentah-mentah oleh ajaran Islam yang bersifat qath’i (pasti). Islam bukan semata-mata risalah ketuhanan yang hanya mengurusi soal-soal keyakinan atau akidah dan kegiatan-kegiatan seremonial semata atau mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan kepada Allah dan akhirat, tetapi Islam juga merupakan risalah yang universal, yaitu risalah akidah dan syara’ah.
    2. Bidang Ibadah
                  Ulama fiqih mendefinisikan ibadah sebagai ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kerendahan diri kepada Allah SWT. Yusuf al Qardawi ( pemikir Islam kontemporer di Mesir ) mendefinisikan ibadah sebagai nama bagi semua aktivitas yang akan membuat Allah SWT senang dan ridha, baik yang terdiri atas perkataan maupun perbuatan, baik yang bersifat lahir maupun bathin.[22]
                  Menurut ulama Mazhab Hanafi, ibadah adalah perbuatan mukalaf untuk melawan hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Allah SWT . Menurut ulama Mazhab Syafi’i, ibadah ialah perbuatan yang dibebankan Allah SWT kepada hamba-Nya yang tidak selama sesuai dengan keinginan yang bersangkutan.[23]
                  Inti dari ibadah adalah ketundukan, kepatuhan dan kecintaan yang sempurna kepada Allah SWT. Ketundukan, kepatuhan dan kecintaan akan melahirkan ;
    a.       kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT dan harus mengabdi kepadanya.

    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ( الذاريات : 56)
    dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (menyembah aku)” ( Qs. Adz-Dzaariyaat: 56 )
    b.      kesadaran bahwa sesudah kehidupan di dunia ini akan ada kehidupan akhirat sebagai masa untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan perintah Allah SWT selama menjalani kehidupan di dunia.
    (7) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (8) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرَّا يَرَهُ
    “(7)barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (8) Dan “barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula
    ( Qs. Al Zilzal : 7-8 )
    c.      kesadaran bahwa dirinya diciptakan Allah SWT, bukan sekedar pelengkap alam semesta, tetapi justru menjadi sentral alam dan segala isinya.
    وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ اِنِّي جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً..... ( البقرة : 30 )
    Artinya “ dan ingatlah ketikat tuhanmu berfirman kepada para malaikat “ sesungguhnya aku hendak menjadi seorang khalifah di muka bumi ini
    ( Qs. Al Baqarah : 30 )
    Kaum sekularis menerima Islam, dalam artian peribadatan dan kegiatan seremonial sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah swt atas dasar bahwa hal itu merupakan bagian dari pluralisme agama. Tetapi mereka tidak menjadikan ibadah itu memiliki urgensi dan makna. Ibadah hanya sebatas ritual keagamaan saja, padahal dalam Islam ibadah merupakan tugas pokok yang harus dilaksanakan umat kaum muslimin, sebagaimana firmana Allah swt.
    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ( الذاريات : 56)
    dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (menyembah aku)” ( Qs. Adz-Dzaariyaat: 56 )
    Sekularisme tidak mengatur kehidupan sosial masyarakat dengan suatu aturan yang memudahkan seorang muslim untuk melaksanakan ibadah dengan tenang tanpa gangguan dalam artian undang-undang, peraturan dan waktu kerja, atau belajar dan sejenisnya agar tidak berbenturan dengan waktu ibadah yang diwajibkan.[24]
    Selain itu sekularisme tidak memandang orang yang meninggalkan ibadah sebagai suatu perbuatan dosa, apalagi pernyataan yang mengatakan bahwa si pelaku harus mendapatkan sangsi, seperti terhadap orang yang meninggalkan shalat dan enggan membayar zakat atau yang tidak mau berpuasa dengan sengaja. Padahal para fuqaha sepakat bahwa orang-orang yang meninggalkan ibadah-ibadah ini karena mengingkari hukum wajibnya atau karena meremehkannya, maka mereka tergolong kafir.
    3. Bidang Akhlak
           Dalam kitab hadits, persoalan akhlak ditempatkan pada bab khusus dengan judul Kitab al Adab. Bagian ini menghimpun hadits-hadits tentang akhlak yang baik maupun prilaku yang buruk. Dalam kitab fiqih, adab diletakkan pada tata cara pelaksanaan suatu perbuatan.
           Menurut Jamil Saliba ( ahli bahasa Arab kontemporer asal Suriah ), bahwa akhlak ada yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab. Kata adab juga digunakan dalam arti etika, yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.[25]
           Menurut Islam standarisasi akhlak harus merujuk pada dua sumber utama ajaran Islam. Sumber pertama diterangkan oleh Aisyah binti Abu Bakar ( salah seorang istri Nabi Muhammad saw ) ketika ditanya para sahabat tentang akhlak Muhammad saw, Aisyah menjawab “ Akhlak Muhammad saw adalah al Qur’an”. Adapun sumber kedua adalah keteladanan yang dicontohkan oleh Muhammad saw kepada umatnya, sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang berbunyi:
    لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَ اليَوْمَ الأَخِرَ وَ ذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا  ( الاحزاب : 21 )
    Artinya “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan ang baik untuk kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan ( rahmat ) ilahi dan (kenikmatan) hari akhirat dan senantiasa mengingat Allah
     ( Qs. Al Ahzab :21 )
                   Lain halnya dengan pandangan kaum sekuler tentang akhlak. Bagi mereka akhlak tidak boleh diikat dengan agama. Akhlak harus tegak di atas dasar filsafat, ilmu atau hasil karya yang tidak ada hubungannya dengan agama. Akhlak atau moral agama menurut kaum sekular memiliki cacat, sedangkan akhlak atau moral modern itu baik dan lurus.
                   Salah satu contoh moral atau akhlak yang di dalamnya terdapat perbedaan antara Islam dan Sekularisme adalah masalah jilbab. Bagi Islam ini adalah akhlak yang harus dikenakan pada setiap muslimah, akan tetapi kaum sekular memandang bahwa hal tersebut adalah kebebasan pribadi setiap muslimah. Mereka boleh memakai, boleh juga tidak memakainya. Agama tidak boleh ikut campur dalam masalah pribadi seseorang.
                   Di Tunisia misalnya, wanita yang berjilbab dilarang masuk sekolah atau kampus dan tidak diterima menjadi pegawai atau karyawati suatu instansi atau kantor pemerintahan bahwa wanita berjilbab atau yang mengenakan tutup kepala dilarang untuk memasuki rumah sakit pemerintahan untuk berobat atau untuk melahirkan. Sementara supir taksi diberi peringatan untuk tidak mengambil penumpang wanita yang berjilbab. Sehingga wanita muslimah yang memakai jilbab terisolir dan terboikot sedangkan para wanita yang memamerkan tubuhnya diberi kebebasan sebebas-bebasnya.[26]
    4.  Bidang pemikiran pendidikan islam
    Dulu islam banyak melahirkan ilmuwan bahkan lembaga pendidikan yang bergengsi di mata dunia. Lembaga pendidikan Islam saat itu dikatakan bergengsi karena mampu memberi inspirasi bagi peradaban dunia karena masih berpijak kepada ajaran Islam. Kondisi pendidikan Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan, karena telah jauh dari Al Quran dan lebih banyak berpijak kepada pemikiran Barat yang liberalis sebanyak berdiri lembaga pendidikan melahirkan ilmuwan yang jauh dari ajaran Islam,[27] sehingga beberapa ilmuwan Islam melakukan perusakan ajaran Islam dengan mengatasnamakan modernisme. Sudah tidak asing lagi, suasana perkampusan Islam tidak sama dengan suasana lama. Seharusnya kampus Islam mengajarkan nilai-nilai Islam, baik pada mata kuliahnya, maupun menanamkan jiwa spirit keislaman kepada mahasiswa. Tetapi sangat mengherankan, tatkala tahun 2000-an di Indonesia, dihebohkan dengan oknum mahasisiwa Islam yang menyatakan ungkapan tidak layak. Ia mengungkapkan yang seharusnya “Allahu Akbar”, diganti menjadi  “anjing Akbar”. Tentunya kejadian ini mendapat sorotan yang tidak sedikit, baik dari kalangan ulama, maupun masyarakat Muslim Indonesia. Pastinya, ada kesalahan dalam mengajarkan mata kuliah maupun muatannya yang dikaji, sehingga terjadi ungkapan seperti itu. Ini hanya sebagian contoh fenomena di beberapa kampu Islam Indonesia. Meskipun saat ini sudah menjadi dilema, tatkala arus liberalsme sangat menjalar dan mempengaruhi kuat terhadap pemikiran para generasi penerus baik mahasiswa, pelajar, maupun masyarakat luas. Begitu pula dengan buku-buku serta karya ilmiah yang disajikan kepada mahasiswa di perguruan tinggi, terkadang mempunyai misi terselubung, khususnya untuk membawa pemikiran mahasiswa menuju paham-paham menyesatkan.
    Saat ini kebebasan berfikir dengan tanpa terbatas, masih hangat untuk kita kaji kembali. Pemikiran tersebut berdampak buruk, khususnya kepada generasi penerus bangsa dan agama. Adian Husaini pernah mengungkapkan, bahwa salah satu keberhasilan negara membangun sebuah peradaban, maka yang harus dilakukan ialah mencetak generasi penerus melalui pendidikan Islami. Saat ini di Indonesia sudah banyak sektor kehidupan yang dihuni oleh paham liberalisme, terutama dalam hal pemikiran pendidikan. Semakin menyebarnya paham tersebut, terutama pada sistem pendidikan Indonesia. Dapat kita lihat dengan sedikitnya minat siswa dari kalangan Islam untuk mau sekolah di pesantren. Beberapa kalangan masyarakat lebih berminat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah umum. Faktornya tiada lain, sekolah umum dapat memudahkan siswanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi unggulan baik dalam negeri, maupun luar negeri. Lain dengan pesantren, hanya sebatas perguruan tinggi agama. Fenomena yang terjadi saat ini, lulusan sekolah umum lebih banyak yang terjun bahkan memegang kendali Indonesia. Ini menyebabkan tersudutnya madrasah maupun pesantren sebagai wadah lembaga pendidikan Islam. Keduanya mempunyai cita-cita tinggi dalam mencetak generasi penerus yang Islami, baik dalam hal ilmu umum maupun agama. Dan tidak asing bagi kita, bahwa kondisi pendidikan di sekolah umum saat ini, kemungkinan besar tidak menunjukan siswanya untuk dekat dengan agamanya. Terlihat dengan muatan pelajaran agama yang diajarkan, sangat sedikit jam yang diajarkan. Tentunya, berdampak yang sangat signifikan terhadap keadaan psikologi siswa khususnya berkenaan dengan aqidah dan spiritual keagamaan.
    Saat kami masih duduk di kelas Tsanawiyah, saat itu pelajaran sejarah yang diajarkan kepada kami berupa teori Darwin. Dalam teori tersebut disebutkan, bahwa kera adalah manusia pertama bukan Adam. Bahkan ditemukan berupa Homo Sapiens di Mojokerto, berupa seekor manusia berbentuk kera pada abad SM. Dari kasus ini, kami menyimpulkan bahwa paham liberalisme sudah banyak mempengaruhi dalam dunia pendidikan. Paham tersebut masuk melalui buku-buku yang diajarkan. Tentunya paham tersebut memberikan pengaruh besar kepada siswa, khususnya dalam bidang aqidah. Ini merupakan beberapa kasus yang dapat diketahui, kemungkinan ada hal-hal tertentu pada buku-buku pelajaran yang belum diketahui tetapi sudah dimuat. Maka tidak salah dalam salah satu buku Adian Husaini menyebutkan, bahwa paham Liberalisme sudah menyebar bukan hanya pada media, tetapi pada dunia pendidikan. Tersebarnya paham liberalisme pada pendidikan, bukan masalah yang sederhana, kami menganggap permasalahan yang amat serius. Perlu pencegahan dengan strategi yang baik.
    Jika kini peradaban dan budaya Islam tak lagi mendominasi Indonesia yang mayoritas Muslim karena pendidikan Islam banyak terkontaminasi pemikiran liberal sekuler. Tantangan ghazwul fikr yang mengusung liberalisme sekuler di Indonesia  tidak mudah. Perlu kerja keras dan kerja sama antar Umat Islam sehingga cengkraman pemikiran liberalis sekuler terhadap pendidikan Islam di Indonesia bahkan di sebagian negara Muslim dunia dapat terkikis. Adapun solusi yang dapat kami tawarkan dengan menawarkan  rekonstruksi paradigmatik mengacu kepada pelurusan ulang serta pembersihan ulang keilmuwan Islam dari virus-virus liberalisme sekuler dengan melakukan Islamisasi sains. Rekonstruksi metodologi  mengacu kepada pembersihan metodologi penggalian dan pengajaran ilmu dari pengaruh metodologi Barat.[28]
    PENUTUP
         Demikian makalah  pemikiran pendidikan Islam yang telah kami sajikan dengan melakukan beberapa kajian yang masih jauh dari kesempurnaan. Kajian-kajian tersebut merupakan fenomena yang terjadi saat ini terhadap pendidikan Islam di Indonesia khsusunya. Sebagai tantangan yang sangat berat menurut kami, terutama tantangan ghazwul fikr khususnya terhadap pemikiran pendidikan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mencermati akan kebesaran akal sebagai sumber pemikiran manusia. Sangat banyak dalam Al Quran diperintahkan kepada manusia untuk bertafakkur terhadap seluruh penciptaan Allah SWT, sebab dengan itu dapat menambah keimanan kita kepada Allah SWT.  Moga makalah ini dapat membantu kita semua untuk lebih banyak merenungi keadaan pendidikan Islam yang saat ini sedang dalam cengkraman oemikiran liberalis sekuler.
          




    [1] Muhammad Imarah. Loc.Cit., Hal 43
    [2] Mohammad Natsir, Agama Dan Negara Dalam Perspektif Islam, Jakarta. Media Da’wah : 2001 Cet I Hal. 204

    [3] Adnin Armas Loc.Cit., Hal 8

    [5] Ibid

    [6] Hasan Muarif Ambasari (Ed), “Ensiklopedia Islam” Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, Cet V, Jilid II, Hal.167
    [7] Firdaus A.N “ Panji-Panji Dakwa” Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya. 1991. Cet I Hal 47

    [8] Ibid

    [9] Hasan Muarif Ambasari (Ed), Op.Cit. , Hal.167
    [10] Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A et.al., Op.Cit Hal 30
    [11]  Ibid.
    [12] Firdaus A.N Loc.Cit., Hal 48
    [13] seorang Bishop dari Mesir yang dalam Musyarawah besar dunia Kristen pada tahun 325 Masehi di kota Nicaea, Itali, terkenal sebagai orang yang teguh berpegang kepada faham dan keyakinannya bahwa hanya ada satu tuhan atau pada Keesaan Tuhan ( Unitary Faith ), dipenjarakan dan mati dalam penjara yang terletak di sebuah pulau kecil di selat Bosphorus yang terkenal. “Kesalahannya” ialah karena ia bersama 2048 Bisop lainnya yang hadir dalam sindang konsili bersejarah itu berhasil mengalahkan pendirian lawan-lawannya yang berpaham Trinitas (Trinity Faith) dengan suara mayoritas mutlak, yaitu, 1730 lawan 318 suara. Tetapi waktu itu kebenaran dikalahkan oleh kebathilan. Golongan minoritas dapat mempengaruhi penguasa waktu itu, Raja Konstantin, maka dengan kekuasaan yang ada di tangan raja itu telah dipergunakan untuk memenangkan yang bathil dan mengalahkan yang benar. Dengan demikian, berubahlah aqidah umat Nasrani dari ajaran Keesaan Tuhan yang dibawa Nabi Isa a.s. menjadi Trinitas yang dipaksakan oleh Kontantin (lihat dalam buku karya Firdaus A.N yang berjudul Panji-Panji Dakwah hal 47-48)

    [14] Firdaus A.N Loc.Cit., Hal 49

    [15] Ibid
     [16] wamy, “ gerakan keagaman dan pemikiran : akar ideologis dan penyebarannya” terj A. Janiullah. Jakarta : al-Iuran’tishom 2005. cet III hal 281
    [17] Yusuf Qaradhawi, Sekular Ekstrim. Terjm Nabhani Idris. Jakarta : Al Kautsar 2000 Cet. I, Hal.4
    [18] Hasan Muarif Ambasari (Ed), Op.Cit., Hal.167

    [19] Yusuf Qaradhawi, Op.Cit., Hal. 24
    [20]  Ibid. hal 21
    [21]  Ibid. hal 25
    [22] Hasan Muarif Ambasari (Ed), Op.Cit., Hal.592
                    [23] Ibid.
    [24] Hasan Muarif Ambasari (Ed), Op.Cit., Hal.592
    [25] Hasan Muarif Ambasari (Ed), Op.Cit., Hal.592

    [26] Yusuf Qaradhawi, Op.Cit., Hal. 36

    [27] Mad Rodja Sukarta dan Ahmad Sastra, Kepemimpinan Organisasi Pesantren, (cet.1: Parung; Darul Muttaqien Press, 2010),h.204.
    [28] Ibid hal 209.

    No comments

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728